Kalau kita hanya mau dengar ilmu dari yang bertitel mentereng, maka kita sedang menutup banyak pintu ilmu. Dan tanpa sadar, membuka pintu kesombongan yang halus.
Ilmu itu cahaya, kadang datang dari tempat yang tak kita duga. Tapi jika kita hanya mendengar dari yang berseragam hebat, bergelar panjang, bersuara lantang, maka jangan-jangan, yang kita cari bukan ilmu, tapi gengsi.
Jangan ukur kebenaran dari jas almamater atau gelar semata. Kadang, ilmu sejati keluar dari lisan yang tak kita anggap. Dari orang tua di pojok masjid. Dari saudara seiman yang tak terkenal. Dari mereka yang tak punya panggung, tapi punya hati bersih.
Jika kita terlalu pilih-pilih siapa yang layak kita dengar, mungkin bukan ilmu yang kita cari, tapi validasi sosial. Dan itu adalah kesombongan terselubung.
Maunya belajar, tapi pilih-pilih siapa yang ngomong. Giliran yang tak bertitel bicara, disepelekan. Giliran suara yang lirih dan jujur, diabaikan. Hati-hati. Kadang yang kita sebut “standar ilmiah” hanyalah topeng dari penyakit hati yang belum kita akui.
Renungkan, Bisa jadi ilmu itu sedang mengetuk hatimu, tapi kita terlalu sibuk melihat siapa yang membawany