
Oleh : Didi Eko Ristanto
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟” قَالُوا: لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ، قَالَ: “فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
“Bagaimana menurut kalian seandainya di depan pintu salah seorang di antara kalian ada sungai dan ia mandi di sana lima kali sehari, apakah masih tersisa kotoran pada dirinya?” Mereka menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotoran padanya.” Beliau bersabda, “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu. Allah menghapuskan dosa-dosa karenanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Saudaraku, betapa indahnya Islam mengajarkan cara membersihkan diri, bukan hanya dari kotoran jasmani, tapi juga dari dosa-dosa yang mengotori jiwa. Lima kali sehari, kita diseru oleh azan untuk mendatangi sumber penyucian. Sholat adalah sungai itu. Dan sungai itu mengalirkan pengampunan.
Terlebih, kita hidup di zaman yang amat berat. Zaman yang membuat menjaga kebeningan hati terasa mustahil. Kita hidup di era di mana dosa-dosa begitu mudah dan cepat terakses, bahkan tanpa harus keluar rumah.
Cukup dengan satu genggaman, cukup dengan satu sentuhan layar. Mata bisa berdosa, telinga bisa berdosa, bahkan jari-jaripun bisa mencatatkan dosa melalui tulisan, komentar, atau postingan yang keliru.
Sadar atau tidak, kita mungkin sudah bergelimang dosa hanya dari satu jam membuka handphone. Dan parahnya lagi, kita jarang bertobat setelah itu. Jarang beristighfar setelah scroll panjang. Jarang menangis menyesal setelah menonton sesuatu yang seharusnya tidak kita tonton. Jarang merasa bersalah setelah mengetik kalimat yang melukai. Dunia digital telah membuat kita terbiasa menumpuk dosa, tanpa sadar dan tanpa istighfar.
Bisa jadi, sholat menjadi penyelamat. Ia menjadi tempat mencuci bersih segala noda, jika kita mendirikannya dengan hati. Ia menjadi titik balik dari kelalaian menuju kesadaran. Ia adalah penghapus dosa jika dilakukan dengan benar. Oleh karena itu, benahilah sholat kita. Jangan hanya sholat sebagai rutinitas kosong. Bangun kualitasnya. Bangun hatinya.
Bayangkan jika kita mandi, tapi asal-asalan. Sekadar menyiram tubuh tanpa sabun. Tentu kotoran masih tersisa. Begitu pula sholat yang dikerjakan tanpa khusyuk, tanpa niat untuk membersihkan diri, hanya formalitas semata. Maka kotoran dosa itu pun akan tetap menempel.
Bersyukurlah kita diberi mekanisme penghapus dosa seperti sholat. Allah Maha Penyayang, tidak membiarkan kita terpuruk dalam lumpur maksiat tanpa pintu taubat. Sholat lima waktu adalah rahmat besar. Peluang pengampunan yang terjadi rutin lima kali dalam sehari. Maka sungguh rugi jika kita meninggalkannya.
Meninggalkan sholat bukan hanya kehilangan penghapus dosa, tapi bisa menghilangkan Islam itu sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya pembeda antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan sholat.”
(HR. Muslim)
Lihatlah betapa seriusnya perkara ini. Meninggalkan sholat bukan dosa kecil. Ia adalah garis pembeda antara iman dan kekafiran. Maka jangan sampai karena sibuknya dunia atau keasyikan dalam hiburan, kita menunda dan akhirnya meninggalkan sholat.
Tidak ada alasan untuk meninggalkan sholat. Sakit? Sholat bisa dilakukan sambil duduk. Tidak bisa duduk? Bisa sambil berbaring. Tidak bisa berbicara? Cukup dengan gerakan hati. Bahkan ketika semua anggota tubuh tak berfungsi, selama akal masih ada, maka sholat tetap diwajibkan. Karena sholat adalah nyawa dari iman.
Saudaraku, mungkin kita sudah terlalu sering tergelincir. Terlalu sering lalai. Tapi jangan sampai kita kehilangan sholat. Karena selama kita masih menjaga sholat, berarti masih ada peluang pengampunan yang terbuka.
Maka, marilah kita rawat sholat kita. Perindah gerakannya, hayati bacaannya, dan niatkan untuk mendekat kepada Allah. Jadikan ia momen menyucikan diri dari dosa-dosa yang tak terasa terus menumpuk.
Cilacap, 07 Juli 2025